ETIKA PROFESI
DAN KODE
ETIK PENGUSAHA AGRIBISNIS
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Etika Profesi
Dosen : H. FAIZ M KAAFFAH, MT
Oleh : Yaya Muhidin 3213089 |
SEKOLAH TINGGI MANAGEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER
(STMIK) BANDUNG
JURUSAN SISTEM INFORMASI
TAHUN
2016
Etika Profesi Dan Kode Etik Pengusaha Agribisnis
·
Perilaku Etika dalam
Bisnis
Etika dan integritas merupakan suatu keinginan yang murni dalam
membantu orang lain. Kejujuran yang ekstrim, kemampuan untuk mengenalisis batas-batas
kompetisi seseorang, kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari
kegagalan. Kompetisi inilah yang harus memanas belakangan ini. Kata itu
mengisyaratkan sebuah konsep bahwa mereka yang berhasil adalah yang mahir
menghancurkan musuh-musuhnya. Banyak yang mengatakan kompetisi lambang
ketamakan. Padahal, perdagangan dunia yang lebih bebas dimasa mendatang justru
mempromosikan kompetisi yang juga lebih bebas.
Lewat ilmu kompetisi kita dapat merenungkan, membayangkan eksportir
kita yang ditantang untuk terjun ke arena baru yaitu pasar bebas dimasa
mendatang. Kemampuan berkompetisi seharusnya sama sekali tidak ditentukan oleh
ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan. Inilah yang sering dikonsepkan berbeda
oleh penguasa kita. Jika kita ingin mencapai target ditahun 2000, sudah saatnya
dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika,
yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan
menengah kebawah dan pengusaha golongan atas.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab
sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan
konsep pembangunan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan
persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan,
menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
mampu mengatakan yang benar itu benar, dll. Dengan adanya moral dan etika dalam
dunia bisnis, serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin
jurang itu dapat dikurangi, serta kita optimis salah satu kendala dalam
menghadapi era globalisasi pada tahun 2000-an dapat diatasi.
a. Moral Dalam Dunia Bisnis
Sejalan dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka
Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik ditahun
2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas sehingga baik kita batas dunia akan
semakin “kabur”. Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama
lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity)
dan keuntungan (profit). Kadang kala
untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan tadi, memaksa orang untuk
menghalalkan segala cara mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin
berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatanan
perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah
yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih ada
bisnis kita khususnya dan internasional umumnya dihinggapi kehendak saling
“menindas” agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang
merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.
Jika kita ingin mencapai target pada tahun 2000-an, ada saatnya
dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika,
yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan
menengah kebawah dan pengusaha golongan keatas. Apakah hal ini dapat diwujudkan?
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan
agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat
dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis
sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang
terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-”bisnis”.
Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan
dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi,
jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa
puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan
terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang
benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen.
Kenapa hal perlu ini dibicarakan?
Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi
tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang ber “moral”, dunia ini akan menjadi
suatu rimba modern yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang
diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan
pemerataan tidak akan pernah terwujud. Moral lahir dari orang yang memiliki dan
mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam
melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang
mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam
melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan
bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh
dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki
harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan
kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota
suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika
(patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan
serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu
dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati
oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya.
Mengapa?
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha
dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional.
Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan
yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat
maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika
sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau
ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan
etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah
bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis
yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu
pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak
merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, antara lain ialah:
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu
mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari
siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak
mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan
menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan
menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi
pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat
sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan
teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk
meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya
yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan
kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan
sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan
golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar
mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu
dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam
dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat
sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang.
Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-”ekspoitasi” lingkungan
dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan
dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk
memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan
Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita
yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan
segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang
mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima
kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan
menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan
data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta
memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan
golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling
percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah
agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang
sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak
golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak
menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati
bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat
terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika
tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara
ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk
melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika
bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang
telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan
suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum
positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut,
seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang
bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan
semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka
bumi ini.
c. Etika Profesi Pengusaha Agribisnis
Ø Manajer Usaha Pertanian/Agribisnis
Etika
yang dijunjung oleh manajer usaha agribisnis antara lain yang akan saya lakukan:
1. Bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan Manajer Usaha Pertanian/Agribisnis dan terhadap hasilnya, terhadap
dampak dari Manajer Usaha Pertanian/Agribisnis untuk kehidupan orang lain atau
masyarakat pada umumnya.
2. Berkewajiban untuk memberikan kepada
siapa saja apa yang menjadi haknya.
3. Dalam pekerjaan sebagai Manajer
Usaha Pertanian/Agribisnis dalam melakukan pekerjaannya haruslah menjunjung
tinggi hukum, kebenaran dan keadilan.
4. Menghormati orang lain terutama
bawahan.
5. Menjalankan apa yang telah menjadi
keputusan bersama dengan sebaik-baiknya.
6. Menerima segala keputusan dengan
lapang dada, yang telah menjadi kesepakatn bersama.
7. Menerima segala perbedaan pendapat
yang ada dalam pelaksanaan kegiatan Agribisnis.
8. Menghargai setiap kontribusi yang
diberikan oleh bawahan secara wajar, terlepas dari kelebihan dan kekurangannya.
9. Komunikasi sebagai suatu elemen penting
akan dikembangkan untuk mewujudkan etika kepemimpinan yang memberdayakan.
10. Mementingkan kepuasan dari atasan
dengan wajar tanpa adanya alasan tertentu.
Etika
manajer usaha agribisnis yang tidak akan saya lakukan antara lain:
1. Perusakan terhadap lingkungan
pertanian dalam menjalankan kegiatan Agribisnis.
2. Berorientasi pada laba (Profit Minded).
3. Memaksakan kehendak pada bawahan.
4. Berbicara yang kurang benar (mencela)
atasan maupun bawahan dari belakang.
5. Memanfaatkan teman atau bawahan
untuk menjatuhkan orang lain.
6. Melakukan tindakan negatif berupa
melanggar peraturan yang sudah ada pada suatu instansi.
7. Bersikap kurang sportif dalam
persaingan kerja.
8. Kurang mengutamakan kualitas dalam
bekerja.
9. Memperlakukan bawahan dengan tidak
adil.
10. Bersikap pilih-pilih terhadap
bawahan dalam bekerja.
Ø Pelaku/Pengusaha Agribisnis
Etika yang dijunjung oleh pelaku
ataupun pengusaha agribisnis antara lain yang akan saya lakukan:
1. Mengutamakan kepuasan pelanggan.
2. Banyak melakukan interaksi dengan
pelanggan.
3. Berusaha memenuhi kebutuhan
pelanggan.
4. Mempunyai kesadaran akan perbaikan
sebagai suatu proses yang tetap sehingga setiap orang harus ikut berperan aktif.
5. Mementingkan kualitas daari produk
yang akan dihasilakan.
6. Menggunakan standart produksi yang
ada dalam peraturan pemerintah.
7. Bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan Pelaku/Pengusaha Agribisnis dan terhadap hasilnya, terhadap dampak
dari Pelaku/Pengusaha Agribisnis untuk kehidupan orang lain atau masyarakat
pada umumny.a
8. Berkewajiban untuk memberikan kepada
siapa saja apa yang menjadi haknya.
9. Dalam pekerjaan sebagai
Pelaku/Pengusaha Agribisnis dalam melakukan pekerjaannya haruslah menjunjung
tinggi hukum, kebenaran dan keadilan.
10. Bertindak jujur dalam setiap
kegiatan usaha.
Etika yang pelaku atau pengusaha
agribisnis antara lain yang tidak akan saya lakukan antara lain:
1. Merusak lingkungan dengan
kegiatan-kegiatan pertanian yang dilakukan
2. Menipu konsumen dengan menghasilkan
produk yang tidak berkualitas
3. Menyalahi atauran dalam kegiatan
usaha yang dilakukan
4. Melakukan tindakan pemerasan baik
secara fisik maupun materi terhadap bawahan
5. Penggunaan bahan-bahan berbahaya
pada produk yang dihasilkan
6. Berorientasi pada keuntungan
7. Tidak memberikan kesejahteraan pada
pekerja
8. Menggangu atau meresahkan masyarakat
sekitar dalam hubungannya dengan kegiatan usaha yang dilakukan
9. Tidak adil kepada bawahan atau
pekerja
10. Mengambil keputusaan secara sepihak
tanpa memperhatikan pendapat karyawan
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang
No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, dan Undang Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar